11/29/2014

Hai Guys, (hati-hati jangan dibaca gays -para homo-) haha *Garing.

Hadir kembali untuk share sedikit pengetahuan tentang emosi. mau tau apa itu emosi?? :D katakan peta #loh. -_- langsung aja cek kebawah. :)

‘Emosi’, kata ini sudah tidak asing di telinga kita. Kita sering sekali mendengarnya dan juga menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sering kali, emosi dikontasikan negatif oleh banyak orang di Indonesia. Contohnya saja, kita sudah familiar dengan kalimat seperti “Gak usah emosi dong!”, “Jangan terlalu emosional menghadapi hal seperti ini!”, atau “Jadi orang kok emosian?”.

Pertanyaannya adalah apakah benar emosi hanya terbatas pada konotasi seperti itu. Apakah emosi identik dengan kemarahan dan perasaan-perasaan negatif? Sebenarnya hal ini terjadi karena pemahaman orang indonesia yang mempersempit makna kata emosi menjadi konotasi-konotasi negatif tersebut. Hal ini disebabkan oleh budaya orang Indonesia yang lebih suka untuk menyembunyikan perasaannya dan menganggap seseorang yang secara eksplisit mengekspresikannya sebagai seseorang yang emosional. Padahal sebenarnya, emosi mencakup segala bentuk perasaan seperti senang, takut, terkejut, marah, sedih, bosan, dan lainnya.

Dalam hidup ini, seorang manusia pasti mengalami berbagai pengalaman emosional. Begitu juga aku. Ini ceritanya pas aku lagi pertama kali di Gresik, tinggal diyayasan. waktu itu lagi masa orientasi siswa. Aku belum paham bahasa jawa. Melihat orang-orang sekitar seperti melihat makhluk asing yang tidak dikenali bahasanya. Pas masa orientasi siswa, ada masalah yang aku sendiri gak tau. Aku dihadang sama beberapa senior sekitar 8 anak. Aku kesal dengan perlakuan mereka yang kurang nyaman, sempat juga berontak, tapi apa daya. Aku dimasukkan kedalam kelas kosong. Mereka menanyakan sesuatu ke aku, tapi aku hanya diam, bingung dengan bahasa mereka. Jatung berdegup kencang, bertanya dalam hati, apa aku melakukan salah. Sempat berfikir untuk melawan mereka, walaupun nanti kalah. Tapi ternyata mereka baru tau kalau aku bukan berasal dari daerah sana setelah aku bilang dengan bahasa indonesia.

Kemudian, aku juga punya cerita lain ketika pertama kali belajar sepeda kayuh. Aku diajari kakakku dihalaman belakang rumah. Dia memegangi bagian belakang tempat duduk dan mendorongnya. Aku masih agak ragu dan takut. Sampai beberapa meter aku gak sadar, ternyata kakakku sudah melepas pegangannya. Seketika keseimbanganku mulai turun dan hampir jatuh. Rasanya deg-degan, takut, dan aku tiba-tiba marah sama kakakku.

Dalam kedua cerita tersebut, aku sama-sama menceritakan pengalaman emosional aku. Perbedaannya adalah pada cerita pertama aku menceritakan pengalaman bingung, kesal dan akhirnya lega. Sedangkan pada cerita kedua aku menceritakan tentang pengalaman aku ketika ketakutan waktu kakakku melepas pegangannya. Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan aku mengalami pengalaman emosional yang berbeda, marah dan takut, bingung?

Dalam psikologi, emosi dijelaskan dengan oleh berbagai tokoh melalu berbagai teori mereka. Salah satunya adalah Schachter yang terkenal dengan teori dua faktornya. Menurut teori Schachter, emosi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu physiological arousal dan interpretasi kognitif dari arousal tersebut. Jadi emosi dilihat dari interaksi antara aktifitas saraf di otak, physiological arousal, dan interpretasi kognitif terhadap situasi atau lingkungan luar yang memengaruhinya.

Dari cerita pertama dan kedua yang sudah aku ceritakan, physiological arousal yang aku rasakan adalah sama, yaitu peningkatan denyut jantung. Ketika marah, aku merasakan jantung aku berdetak dengan kuat. Begitu pula ketika aku merasa takut seperti yang aku ceritakan pada cerita kedua. Lalu apakah yang membuat kedua physiological arousal yang sama tersebut menghasilkan emosi yang berbeda?

Kuncinya ada pada faktor kognitif yang dimiliki oleh manusia. Interpretasi kognitif kita terhadap situasi sekitarlah yang membedakan emosi apa yang kita rasakan. Itulah kenapa peningkatan detak jantung aku rasakan pada kedua cerita di atas menghasilkan emosi yang berbeda.

Pada cerita pertama, stimulus berupa teman-teman sekelompok yang menyebalkan dan kejenuhan terhadap tugas membuat aku mengalami peningkatan detak jantung dan aku menginterpretasikan hal itu sebagai rasa marah. Sehingga pada saat itu aku merasakan emosi marah yang aku manifestasikan dalam bentuk bentakan terhadap teman-teman aku.

Sedangkan pada cerita kedua, stimulus berupa rasa tidak aman aku berada dalam kolam renang, meskipun juga menimbulkan peningkatan detak jantung, tapi aku mengintrepetasikan situasi tersebut sebagai sebuah ancaman yang membuat aku merasakan pengalaman takut. Sehingga aku tidak merasa marah ketika terpeleset di kolam renang, melainkan merasa takut dan secara refleks meraih lengan teman aku.

Demikian sekilas penjelasan bagaimana psikologi menjelaskan tentang emosi yang dialami oleh manusia. Semoga bisa bermanfaat bagi semua yang baca.

Oh ya yang mau share pengalaman emosional, yang sensasional, atau mau tanya-tanya. monggo diskusi dikomentar dibawah ini. (asal jangan ngegosip ya) haha. Kalau ada yang kurang dari artikel ini bisa langsung dikomentari dan mohon maaf sebesar-besarnya. :)) see you.

 

Referensi : Book of "Life Span Development"

5/03/2013

Awal bertemu, kita tak bisa bersatu,
Kau selalu berada disisi lain itu,
Hari Berganti ku mulai mengerti kamu,
Dan akhirnya kau pun tau siapa diriku.

Dunia menghadang dan kaki lelah melangkah,
Dan kau hadir disisiku, membangkitkan asa,
Kau bantu diriku tuk menentukan pilihan,
Disaat ku tak bisa menemukan arah,

Bersama, kita coba melangkahkan kaki,
Mentari, menyambut kita bersama,

Ku berikan bahu ini, bersandar padaku
Dan bersama kan gapai segalanya,
Ku percayakan padamu genggamlah tanganku,
Dan bersama jalani denganmu, selamanya..

Kau ajarkan aku, tersenyum dalam dukaku,
membawaku terbang tinggi, saat ku terjatuh,
kuciptakan lagu, kupersembahkan untukmu,
dengarkanlah sahabatku, symphoni jiwaku.

*Puisi ini adalah lagu penulis yang ditujukan kepada para sahabat